Dinamika Pelaksanaan UUD1945 | Azis Tolen

A.    Masa Awal Kemerdekaan

Pada masa awal bangsa Indonesia setelah memproklmasikan kemerdekaannya mengalami berbagai macam ganguan terutama dalam upaya untuk mempertahankan kemerdekaannya. Pada masa ini, kolonialisme Belanda berupaya untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu. Selain itu telah terjadi berbagai macam pemberontakan yang bersumber pada pertentangan ideoligi yang ingin mengubah Negara kesatuan RI dengan ideology laiinya, antara lain adalah pemberontakan PKI di Madium tahun 1948, PRRI, Permesta, DI/TII, dan lain sebagainya.
Sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada waktu itu dibentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih diberlakukan pasal Aturan Peralihan Pasal IV yang menyatakan “sebelum majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat, dan dewan pertimbangan agung dibentuk menurut UUD, segala kekuasaanya dijalankan oleh presiden dengan bantuan sebuah komite Nasional”.
            Pada saat itu terjadilah suatu perkembangaan ketatanegaraan Indonesia yaitu beubahnya fungsi komite Nasional Indonesia (KNIP) dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Hal ini berdasarkan mklumat wakil presiden nomor X tangal 16 Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat pemerintah tangal 14 November 1945 yang isinya perubahan system pemerintahan Negara dari system kabinet presidensial menjadi system kabinet parlementer, berdasarkan usul badan pekerja komite nasional pusat (BP-KNIP). Akibat perubahan tersebut pemerintahan jadi tidak stabil, perdana menteri hanya mampu bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.
            Tanggal 3 November 1945 dikeluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani wakil presiden yang isinya tentang pembentukan partai-partai politik.hal ini bertujuan agar beberapa aliran yang ada di dalam masyarakat dapat diarahkan kepada perjuangan untuk memperkuat pertahanan kemerdekaan dengan persatuan dan kesatuan.
            Sejak tangal 14 November 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, perdana manteri atau menteri bertanggung jawab kepada KNIP yang berfungsi sebagai MPR dan tidak bertanggung jawab kepada Presiden sebagaimana dikhendaki oleh UUD 1945. Hal ini berakibat kepada semakin tidak stabilnya RI baik dibidang politik, ekonomi, pertahanan, dan pemerintahan.
Semangat ideology liberal memuncak dengan membentuknya Negara federal Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (NKRIS) dengan berdasarkan konstitusi RIS, pada tanggal 27 Desember 1949, konstitusi RIS tersebut sebagai hasil kesapakatan konferensi eja bundar (KMB) di denhaaq Belanda. Konstitusi itu tidak beralngsung lama. Dan bangsa Indonesia kembali bersatu pada tahun 1950.
Dalam Negara RIS masih terdapat Negara bagian Republik Indonesia yang beribukota Jogjakarta. Kemudian terjadilah suatu persetujuan antara Negara RI Jogjakarta dengan Negara RIS yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk kembali membentuk Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada UU sementara sejak tahun 17 agustus 1950. Isi nya berbeda dengan UUD 1945 terutama dalam system pemerintahan Negara yaitu menganut system parlementer, sedangkan 1945 menganut system presidensial.
Pada bulan September dan Desember 1955, diadakan pemilu yang masing-masing untuk meilih anggota DPR dan anggota konstituante. Tugas konstituante adalah untuk membentuk menyusun UUD yang ditetapkan sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil keputusan mengenai UUD yang baru ditentukan pada pasal 137 UUDS 1950 sebagai berikut:
1.      Untuk mengambil keputusan tentang rancangan UUD baru, sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
2.      Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
3.      Rancangan yang telah diterima oleh kosntituante dikirimkan kepada presiden untuk disahkan kepada pemerintah.
4.      Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta mengumumkan UUD itu dengan keseluruhan.
Dalam kenyataan konstituante selama 2 tahun dalam bersidang belum mampu menghasilkan sebuah kesepakatan tentang UUD yang baru. hal ini dikarenakan dalam sidang konstituante muncullah suatu usul untuk mengembalikan piagam Jakarta dalam pembukaan UUD baru. Oleh karena itu presiden pada tanggal 22 April 1959 memberikan pidatonya kepada sidang kosntituante untuk kembali kepada UUD 1945. Hal ini diperkuat dengan suatu alasan bahwa sidang konstituante telah mengalami jalan buntu. Terutama lebih dari separoh anggota kosntitaunte menyatakan untuk tidak menghadiri sidang lagi.
Atas dasar kenyataan tersebut maka presiden mengeluarkan dekrit yang didasarkan kepada suatu hukum darurat Negara (staatsnoodreecht). Hal ini mengingat ketatanegaraan  yang membahayakan kesatuan, persatuan, Keselamatan serta keutuhan bangsa dan Negara republik Indonesia.

Dekrit presiden 5 juli 1959.
1.      Menetapkan pembubaran konstituante.
2.      Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi, bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai dari tanggal keluarnya dekrit ini dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
3.      Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta dewan pertimbangan agung sementara akan diselengarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dekrit itu diumumkan presiden dari istana merdeka dihadapan rakyat pada tanggal 5 juli 1959. Pada hari minggu pukul 17.00 dekrit tersebut termuat dalam keputusan presiden nomor 150 tahun 1959 dan diumumkan dalam lembaran Negara republik Indonesia nomor 75 tahun 1959.


B.    Masa Orde Lama

Sejak dikeluarkannya dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959 maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara urides formal sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri. Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan orde lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh paham komunisme. Di kukuhkannya ideology nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam keadaan revolusi. Oleh karna itu revolusi adalah permanen maka presiden sebagi kepala negera yang sekaligus juga sebagai pemimpin besar revolusi diangkat menjadi pemimpin besar revolusi, sehingga presiden masa jabatan nya seumur hidup. Penyimpangan ideolgis maupun konstitusional ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan konstitusionalnya sebagai berikut :

1.         Demokrasi indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh presiden, sehingga praktis bersifat otoriter. Pada hal sebenarnya dinegara Indonesia yang berasaskan kerakyatan, sehingga seharusnya rakyat lah sebagai pemegang serta asal mula kekuasaan Negara, demikian juga sebagai mana tercantum dalam UUD 1945.
2.      Oleh karna presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki wewenang yang melebihi sebagai mana ditentukan oleh UUD 1945, yaitu mengeluakan produk hukum yang setingkat dengan UU tanpa melalui persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden.
3.      Dalam tahun 1960, karna DPR tidak dapat menyetujui rancangan dan pendapatan Negara yang diajukan oleh pemerintah, kemudian presiden waktu itu membubarkan DPR gotong royong, hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif diatas kekuasaan legislative.
4.      Pimpinan lembaga tertinggi  dan tinggi Negara dijadikan menteri Negara yang berarti sebagai pembantu presiden.

Selain penyimpangan –penyimpangan tersebut masih banyak penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang seharusnya berdasarkan pada UUD 1945. Puncak dari kekuasaan orde lama ditandai denga pemberontakan G 30 S PKI. Pemberontakan itu dapat digagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh generasi muda. dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa rakyat Indonesia menyampaikan tritura(tri tuntunan rakyat) yang meliputi :
a.       Bubarkan PKI
b.      Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
c.       Turunkan harga/ perbaikan ekonomi

Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampu lagi mengendalikannya, maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yang memberikan wewenang kepada letnan jendral soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam mengembalikan keamanan Negara. Sejak peristiwa inilah sejarah ketatanegaraan Indonesia dikuasai oleh kekuasaan orde baru(Darmodiharjo, 1979).

C.     Masa Orde Baru


Orde baru di bawah bawah pimpinan Soeharto pada awalnya untuk mengembalikan keadaan setelah pembrontakan PKI bertekat untuk mempelopori pembangunan nasional Indonesia sehingga Orde Baru juga sering di istilahkan dengan Orde Pembangunan. Untuk itu MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan penting antara lain sebagai berikut.

1.      Tap MPRS No.XIII/MPRS/1966  tentang kabinet Ampera, yang isi nya menyatakan agar presiden menugasi pengemban Super semar, jenderal soeharto, untuk segera membentuk kabinet ampera.
2.      Tap MPRS no.XVIII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, penarikan kembali pengangkatan pemimpin besar evolusi menjadi presiden seumur hidup.
3.      Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan.
4.      Tap MPRS No.XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan, dan kekaryaan.
5.      Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang di seluruh wilayah Negara Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan untuk menyebarluaskan atau mengembangkan paham ajaran komunisme/marxisme, Leninisme.

Pada saat itu bangsa Indonesia dengan keadaan yang tidak menentu baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, maupun keamanan. Dalam keadaan yang demikian inilah pada bulan February 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu memiya MPR (S) agar mengadakan sidang Istimewa unuk meminta pertanggungjawaban presiden, menangkapi resolusi DPRGR inilah MPRS kemudian mengadakan sidang istimewa pada bulan maret 1967. Sidang instimewa tersebut mengambil suatu keputusan sebagai berikut. 

1.      Presiden Soekarno telah tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan dan utusan MPR (S) sebagai layaknya kewajiban seorang mandataris terahadap MPR (S), sebagai mana diatur dalam UUD 1945.
2.      Sidang menetapkan berlakunya Tap. No.XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/ penjulukan wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan pengangkatan jenderal soeharto. Pengemban Tap. No.IX/MPRS/1966, sebagai pejabat presiden berdasarkan pasal 8 UUD 1945 hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil pemilu.


Pada masa awal kekuasaan orde baru berupaya untuk memperbaiki nasip bangsa dalam berbagai bidang antara lain: dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun keamanan. Dalam kaitan dengan itu dibidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan dalam UU No.15 tahun 1969 tentang Pemilu, UU No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah.
Atas dasar ketentuan UU tersebut kemudian pemerintah orde baru berhasil pemilu pertama. Dengan hasil pemilu pertama tersebut pemerintah bertekat untuk memperbaiki nasib bangsa Indonesia. Pada awalnya bangsa ini merasakan atas perubahan peningkatan nasib bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program Negara yang dituangkan dalam GBHN yang disebut Pelita (dalam kurun 5 tahun). Hal ini wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan nasip bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan dan kemiskinan.
Namum demikian lambat laun, program-program Negara bukan diperuntukkan kepada rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulai ambisi kekuasaan orde baru menjalar sendi-sendi kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi ortoriter namun seakan-akan dilaksanakan secara demokratis. Penafsiran dan penuangan pasal-pasal UUD 1945 tidak dilaksanakan sesuai dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung dalam UUD tersebut melainkan dimanupulasi demi kekuasaan. Bahkan pancasila diperalat demi legitimasi kekuasaan dan tindakan presiden. Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan MPR No.II/MPR/1978, tentang P-4 yang dalam kenyataanya sebagai media untuk propaganda kekuasaan orde baru.
Relisasi UUD 1945 praktis lebih banyak memberikan porsi atas kekuasaan presiden, walaupun sebenarnya UUD 1945 tidak mengamanatkan demikian. Bahkan secara tidak langsung kekuasaan legislative dibawah kekuasaan presiden. Hal ini secara politis dituangkan dalam mekanisme peraturan perundang-undangan terutama yang manyangkut pemilihan, pengangkatan serta susunan keanggotaan MPR, DPR,DPRD, serta pelaksaan Pemilu. Praktek ini telah dilaksanakan oleh orde baru yang dituangkan kedalam peraturan perungdang-undangan sebagai berikut. UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU. No. 16/1969 jis UU. No. 5/1975 dan UU. No. 2/1985). UU tentang partai politik dan golongan karya (UU No.3/1975, Jo, UU. No.3/1985). UU tentang pemilu (UU No.15/1969 jis UU No.4/1975, UU No.2/1980, dan UU No.1/1985).
Dengan UU, politik sebagaimana yang tersebut diatas maka praktis secara politis kekuasaan legislatif dibawah presiden. Terlebih lagi oleh karena system politik yang demikian maka hak asasi Rakyat dibatasi bahkan ditekan demi kekuasaan, sehingga amanat sebagaimana tertuang dalam pasal 28 UUD 1945, tidak direalisasikan secara konsequen. Oleh karena kekuasaan politik orde baru dibawah soeharto, semakin sulit untuk dikontrol, kemudian tatkala terjadi krisis ekonomi khususnya di Asia tenggara, maka diIndonesia krismon tersebut berkembang krisis kepercayaan berikutnya menjalar kepada krisis politik. Atas dasar kenyataan penyimpangan ketatanegara secara politis tersebut maka generasi muda dibawah pelopor Garda depan Mahasiswa mengadakan gerakan reformasi untuk mengembalikan dan menata Negara kearah tatanan Negara yang demokratis.

D.    Masa reformasi

Pada saat kekuasaan orde baru dibawah soeharto sampai tahun 1998, membawa ketatanegaraan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang tercantum dalam pancasila yang mendasarkan rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam Negara, bahkan juga sebenarnya tidak mencerminkan demokrasi atas dasar norma-norma pasal-pasal UUD 1945. Praktek kenegaraan dijangkit korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Keadaan ini membawa rakyat semakin menderita. Terutama badai krisis ekonomi dunia yang juga melanda Indonesia maka praktis GBHN 1998 pada PJP II pelita ketujuh tidak dapat dilaksanakan. Ekonomi Indonesia hancur, sector real ekonomi macet, PHK, pengangguran meningkat tajam sehingga terjadilah krisis kepercayaan dan krisis politik.
Antiklimaks dari keadaan tersebut, timbullah gerakan masyarakat yang dipelopori oleh generasi muda terutama sebagai suatu gerakan moral yang meiliki kekuatan yang luar biasa yang menuntut adanya reformasi disegala bidang kehidupan Negara terutama bidang politik, ekonomi dan hukum.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut adalah ditandai dengan mundurnya presiden soeharto daro singgasana kepresidenan dan diganti oleh wakil presiden Prof. DR. BJ. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Pemerintahan habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan membawa bangsa Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh terutama menata ketatanegaraan Indonesia sesuai dengan UUD 1945.
Bangsa Indoneisa menilai bahwa penyimpangan atas makna UUD 1945 yang dilakukan oleh pemerintahan orde baru selain karena moral penguasa Negara, juga terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam beberapa pasal UUD 1945. Oleh karena itu selain melakukan reformasi dalam bidang politik yang harus melalui suatu mekanisme peraturan perundang-undangan juga dikarenakan terdapat berbagai pasal UUD 1945 yang mudah diinterpresti secara ganda (multi interpretable) sehingga bangsa Indonesia merasa perlu untuk mengadakan amandemen terhadap beberapa pasal dalam UUD 1945. Atas dasar hasil reformasi tersebut bangsa Indonesia telah mampu menjadi bangsa Aspirasi rakyat secara demokratis.


SUmber :    Dra. Eli M. Setiadi , Pendidikan pancasila perguruan tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar